Aku melukis dengan sepasang mata bulat me-merah
Aku gambar kesendirian dan kedinginan di pelupuk mata
Tinta Nya jatuh membasahi ubin-ubin kayu tua
Meresap tak berbekas

Hujan selalu menjadi teman setia dedaunan
Serta puluhan padang pasir tandus
Segerombolan sapi-sapi kehausan
Mendengarnya saja sudah dahaga
Tanganku membayangkan masa demi masa kebelakang
Menari bersama udara dingin dan hujan yang menjalar
Dari ruas tulang belakang hingga rongga dada
Masuk ke sela-sela daun telinga dan meresap di pipi
Aku berdansa dengan kenangan
"Tiada seindah dulu"
Setumpuk kalimat yang menghujam ruas-ruas tulang belakang ku
Menjatuhkan seratus hingga ribuan harapan untuk melanjutkan nafas
Remuk sekujur tubuhku
Kenangan demi kenangan lalu lalang di ruang tanpa sekat di hati ku
"hujan tentu akan berhenti dan matahari akan bersinar"
Aku mulai menatap kaca-kaca pecah akibat petir beberapa detik lalu
Aku lihat wajah yang mulai lelah dan letih
Aku basuh dengan embun-embun sisa gersang semalam
Ragaku mungkin remuk
Tulang dan ruas-ruas nya mungkin sakit dan berdarah
Hatiku masih kuat
Mampu berbicara pada jam-jam di dinding sepanjang malam
Aku membuka jendela yang sudah berdebu
Sudah tertinggal puluhan tahun
Aku melihat cahaya dan sinar-sinar malam
Berdansa mengiringi perginya hujan dan dingin
Sepanjang malam senyum melukis wajah ku
Dari jendela berdebu
Dari jalanan sepi
Dari hujan dan dingin malam
Aku menjadikan tubuh yang remuk dan hati yang menjelajahi kenangan demi kenangan
Hidup dan nyala!
Dari jendela berdebu
8.43 PM Malang, Friday March 24th 2017
Comments